Lihat, Baca, Dan Resapi!
Aku hanyalah manusia biasa yang ingin bercerita...

Edisi

Total Tayangan Halaman

Minggu, 19 Juni 2011

Sepenggal Kisah Tentang hidup Si 'Gue'


Hari ini berasa banget capeknya. Dari kemarin mutar muter untuk demi kelancaran proyek tulisan gue bareng penulis muda dari karawang :D dengan di awali dengan adegan nyasar di palmerah, gara-gara sok-sok-an nyari jalan pintas, eh malah nyasar. Apes! :(

setelah tanya sana-tanya sini. Senggol kanan-senggol kiri akhirnya sampai juga di kawasan Tomang.

Naskah berhasil diselesaikan tepat pukul 11 siang di keesokan harinya dengan menghasilkan 5 chapter, Alhamdulillah! Walau belum tahap editing... :D

Disela-sela pembuatan naskah, sahabat baru gue yang satu itu bilang, “Lingkungan itu penting Akh untuk membentuk karakter seseorang!”

Gue mengiyakan dalam hati.

Emang akhir-akhir ini berasa banget lingkungan gue beda 360 derajat. Satu per satu orang terdekat gue pun mulai menyadarinya. Banyak yang udah komen ini itu. Dari mulai yang positif, sampai yang negatif. Dari mulai yang ngomongnya di elus-elus, sampai ada yang main banting seenaknya.

Huuufh!

Tapi semua komen yang masuk seperti biasa, gue selalu menanggapinya dengan santai. Gue gak pernah mau ambil pusing dengan omongan orang tentang diri gue. Dan itu bukan berarti gue tuli alias gak dengerin gitu aja, semua omongan yang masuk gue filterisasi dulu alias disaring dulu. Biar enak pas waktu di minumnya.

Dalam diam, gue berpikir cukup lama. Omongan sahabat baru gue itu, coba gue kaitkan dengan pengalaman hidup gue, dan sikap yang baru akhir-akhir ini di ambil oleh salah seorang teman gue sesama penyiar radio, yang dimana si temen gue itu mendelete hampir 90 % temen-temennya yang ada di Friendlist FB.

Ya, gue coba cari tahu dan gali, kenapa bisa begitu? Dan akhirnya... dapet deh kesimpulan. Ya, dia ingin menetralisir pergaulannya. Gue tahu pasti itu. Karena setelah gue cek ricek semua itu benar.

Gue langsung acungin empat jempol dan langsung beri dia standing applause sambil teriak-teriak gak jelas gitu atas keberanian dia mengambil sikap. Satu hal yang jujur, gak terpikirkan oleh gue.

Dalam hati gue pun akhirnya berbicara, “Kira-kira apakah gue juga harus melakukan hal yang sama?”

Sampai detik ini, gue masih belum bisa menjawab. Iya atau tidak!

***

Dalam perjalanan pulang ke studio latihan drama di kawasan Sambas Blok M, gue sempat nunjukin ke sahabat baru gue itu, “Ini nih rumah mantan gue yang semalam gue ceritain. Senior dikampus yang udah bikin gue jadi kayak 'gini' !” Jelas gue sambil nunjukin dia waktu lewat kawasan Srengseng.

Sahabat gue itu cuma nimpalin santai, “kayaknya, lu harus ngebiasa-in diri mulai sekarang, gak usah membahas apapun lagi yang ada kaitannya dengan dia itu. Kalau lu masih sebut, dia, dia, dan dia lagi sampai kapan pun lu gak akan pernah bisa lupa. Sampai kapan pun lu gak akan bisa lepas dari dunia yang 'begitu'. Lu bisa! Gue yakin dan percaya.”

Gue cuma ngelus dada sambil berujar dalam hati, “Alhamdulillah, sudah di ingatkan lagi.”

“Novel ke-tiga lu kan sebentar lagi rampung, ya sudah habis itu tinggalin semuanya. Biarkan semua cukup tercatat dalam lembaran kisah-kisah yang ada di dalam novel lu itu. Cukup sampai disitu.” Ungkapnya tegas dengan bahasa yang berbeda, “gue yakin dan percaya kalau sudah banyak orang yang menantikan hadirnya diri lu yang dulu!”

Jreeeeng... Jreeeng..

Ah sumpah, berasa mau nangis gue!

***

Gue emang type orang yang keras dan berani mengambil resiko, tapi bukan berarti gue orang yang asal dan gak tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Gue tahu kemampuan diri gue dalam menilai sesuatu.

Gue tahu apa yang gue jalanin saat ini memang sudah sangat jauh berbeda dari rutinitas gue tiga tahun terakhir. Tapi, apa yang gue jalanin saat ini pun bukan tanpa sebab. Bukan tanpa pertimbangan yang logis.

Sebagian orang sudah terlanjur memandang gue sebagai mr.X yang suka kelayapan tengah malam. Pergi kesana kesini. Datang dari satu pintu kamar hotel ke pintu kamar hotel lainnya. Dari satu pintu apartemen, ke pintu apartemen lainnya. Dari satu pintu kosan, ke pintu kosan lainnya. Ya, itu yang ada di benak sebagian temen gue tentang gue.

“Lo emang gak pernah kehabisan ide untuk bisa menjatuhkan lawan lu deh! Hebat!” Komen salah seorang teman gue waktu dikampus.

Apanya yang hebat? Semua ini gue lakukan demi totalitas gue aja. Ya, gue berdalih seperti itu setiap ada temen gue yang tanya ini itu.

“Apakah kamu yakin? Hanya sebatas 'totalitas'.” tanya mas Enha suatu senja di salah satu kamar hotel, Swiss Belhotel.

“Ya.”

“Bukan karena Dy?”

Gue terpekur cukup lama.

“Bukan. Saya hanya menghibur diri.”

“Menghibur diri karena apa?”

“Karena...”

Lagi-lagi gue dipatahkan oleh pertanyaanya yang gue merasa terperangkap didalamnya. Gue bertanya dalam kehati gue, lama.

“Karena aku terluka mas. Aku dendam!”

“Jadi hanya karena alasan dendam, kamu rela menjatuhkan lawan-lawanmu?”

“Saya menjalankan apa yang saya suka.”

“Ya sudah terserah.” Ucapnya lirih, disusul dengan senyuman khas miliknya.

Lama berdiri dipinggiran kawasan mangga besar. Berjalan pelan lalu berhenti. Berjalan pelan, kemudian berhenti lagi. Buntu.

***

Bagi gue, cuma orang yang bodoh dan gak punya nurani aja, jika sudah diperingatkan berulang kali tapi gak mau ngerti juga dan mengambil pelajaran darisana. Gue gak mau menjadi salah satu bagian dari orang-orang bodoh itu.

Mungkin bisa jadi, gue udah merasa diri gue membusuk kaya sampah. Bau. Menjijikan. Tapi, bukankah sampah bisa di daur ulang untuk bisa digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat? Sekecil apapun itu.

Malam ini, gue cuma ingin menuntaskan kisah ini. Sudah cukup banyak luka, perih, kecewa, airmata yang gue rasakan. Dan gue, gak mau ngerasainnya lagi. Walaupun kayaknya, nol sekian persen kemungkinannya.

“yang penting, Tuhan sudah tahu niat lu!” Begitu pesan sahabat baru gue itu.

Bagi gue, modal gue itu cuman satu, BERANI!

Waktu itu gue sudah BERANI memutuskan untuk begini begitu. Sekarang pun gue harus BERANI menceritakannya dan memutuskan untuk KEMBALI.


Jumat, 10 Juni 2011

Selingkuh, Mendua.. atau apapun itu namanya!




Ingin rasanya gue melegalkan rasa terlarang ini. Mengesahkannya menjadi sesuatu yang bukan tabu lagi dipandang orang, menjalani sebuah cinta terlarang.

Sudah tiga bulan ini gue ketemu lagi sama orang yang dulu sempat gue kenal dikampus. Namanya Donny. Lelaki satu-satunya yang pernah gue cintai dan satu-satunya lelaki yang pernah menggagahi gue. Sekali.

Gue gak pernah nyangka sebelumnya kalau Donny sekarang sudah menjadi 'laki' dari Dessy, sahabat baik gue di SMA dulu. Dan gue juga gak pernah nyangka kalau ternyata Donny masih mencintai gue. Sama seperti dulu.

Gue pikir dia sudah berubah, gak tahunya...

Lalu untuk apa pernikahannya dengan Dessy ? Apakah dia benar-benar mencintainya  ? Atau hanya sekadar...

Ah, kasihan Dessy...

Gue bener-bener ngerasa gak nyaman banget dengan situasi seperti sekarang ini. Menjalani cinta diam-diam dengan Donny. Apalagi gue sama dia satu kantor. Dan perusahaan itu milik dari keluarganya Dessy.

Sumpah... gak enak banget !

Gue ngerasa seperti duri dalam daging di dalam persahabatan gue dengan Dessy. Gue bener-bener gak kebayang waktu itu, ketika Donny meminta gue untuk menjadi pacarnya (lagi). Meskipun gue mempunyai rasa yang sama ke dia, tapi sampai detik ini belum gue jawab apa-apa.

Bukan karena tak ingin, tapi karena gue gak tahu kalimat apa kira-kira yang pas untuk gue jawab ?

Mungkin Dessy boleh anggap gue bajingan, pengkhianat, brengsek, atau apapun itu namanya karena gue telah berani jatuh cinta (lagi) sama Donny.  Suaminya.

Gue dilema

Gue gak bisa menghancurkan perasaan Dessy, sahabat baik gue. Gak bisa !

Tapi...

Gue juga gak bisa memungkiri perasaan gue sendiri. Selama ini gue mencintai Donny ! Sejak pertama gue bertemu dengannya, gue sudah mencintainya (lebih dulu, lebih awal dari Dessy).

Gue cinta Donny. Hanya Donny. Tidak yang lain.


Tapi,

Apakah setiap rasa cinta itu harus direalisasikan dengan sebuah ikatan dan bernamakan sesuatu ?

Orang mungkin boleh tertawa dengan perasaan gue ini yang mungkin di anggap cemen. Tapi pernahkah mereka berpikir dan mencoba untuk merasakan jadi gue. Seseorang dengan yang tumbuh dengan keganjilan ? Seandainya gue boleh memilih, mungkin gue akan meminta untuk tidak dilahirkan sebagai seorang laki-laki !

***


pertemuan dengan Tim GAGAS dan Mbak Ollie

Hari ini senengnya double boy...
Pertama, pagi-pagi tadi gue berhasil menaklukan setu tumpukan pakaian guweh yang udah menggunung naudzubillah minta di sayang satu persatu (setrika).

Kedua, (barusan) jam 1 gw dapet hadiah LUNCH bareng sama penulis senior dan sekaligus penerbit GAGAS MEDIA. Luar biasa!

Bukan masalah makanannya boy, tapi masalah isi pertemuan kali ini sungguh terlalu... terlalu berharga untuk dilupakan begitu saja. Banyak motivasi yang diberikan khususon tentang bisnis dan tulisan2 guweh.. weiihs, emang bener deh apa kata mbak Salsabila, kalau kata-kata itu sangat berpengaruh dengan kondisi mental kita. klo yang dikeluarin kata-kata yang positif, maka kita bakal kebanjiran aura positif, ya atau minimal kecipratan lah...

SEMANGAAAAAAAAT !!!!

Minggu, 05 Juni 2011

Suamiku, Berubah


Pintu kamarku terketuk keras.

“Ma...Ma... Please Ma... buka pintunya !”

Seruan untuk kesekian kalinya namun, aku masih tidak mengindahkannya.

“Ma...Please !”

Aku hanya bisa diam sambil menggigit bibir. Meremas jemariku. Dan membiarkan airmataku mengalir deras. Menterjemahkan rasa sakit yang kurasakan.

Tuhan,
Ternyata aku tak cukup mempunyai kekuatan untuk bertahan, menerima takdir yang harus aku hadapi. Sebuah kenyataan yang begitu pahit !

Dalam panjangnya perjalanan kisah cinta kami dalam berumah tangga. Baru kali ini aku menemui kecacatan dari suamiku. Kesalahan pertama yang ia lakukan, dan begitu menyakitkan !

Suamiku, berubah !

Genap tiga bulan sudah. Suamiku berubah. Aku seperti tidak mengenali dirinya lagi.

Suamiku tidak lagi mempunyai banyak waktu untuk kami. Dia mendadak menjadi seorang yang workcholic. Pendiam. Tertutup.

Awalnya aku berpikir bahwa suami sedang tidak ingin diganggu karena mungkin sedang banyak urusan pekerjaan kantor yang harus segera ia selesaikan. Namun nyatanya, tidak. Bukan itu alasan suamiku berubah.

Suamiku adalah pekerja disebuah perusahaan swasta terkemuka di jakarta yang berprofesi sebagai auditor independen. Pekerjaannya yang terkadang mengharuskannya pergi keluar kota selama beberapa hari, sudah bisa aku pahami dan maklumi sejak tahun pertama kami menikah.

Suamiku selalu menyempatkan waktunya untuk kami. Disela kesibukannya yang super padat. Hampir setiap akhir pekan, ia masih sempat mengajak aku dan buah hati kami, Thariq, pergi ke tempat rekreasi atau minimal jalan-jalan sore keliling perumahan menggunakan sepeda motor.

Ia selalu menempatkan kami dalam kategori prioritas utama. Tidak ada waktu yang tidak kami lewati bersama. Suamiku selalu menyemai benih-benih cinta setiap harinya padaku, juga pada Thariq, putra semata wayang kami yang kini baru saja masuk kelas 1 SD.

Suamiku selalu membuatku merasa bahagia dan teristimewa. Dia selalu membuatku merasa bahwa, aku adalah wanita yang paling beruntung sedunia karena telah di pertemukan dengannya.

Suamiku adalah pria yang cerdas, cekatan, ulet, ramah, dan juga romantis. Lima sifatnya itulah yang membuat aku dulu terpesona dan sampai memantapkan pilihan hatiku, hanya untuknya.

Tapi semua itu dulu. Sekarang, dia benar-benar berubah. 180 derajat !

Yang aku tahu, suamiku adalah orang yang paling tidak suka membuang waktunya begitu saja dengan percuma. Tapi akhir-akhir ini, aku sering mendapatinya duduk di balkon sambil berdiam diri memandangi langit senja yang bermandikan warna keemasan.

“Lagi mikirin apa Mas ? Kok tumben melamun. Lagi mikirin aku ya.” Tanyaku setengah menggoda.

Suamiku hanya tersenyum tipis. Tak menjawab apa-apa. Hanya senyuman dan bagiku itu tidak cukup untuk menepis rasa ingin tahuku.

“Masalah kerjaan ya mas ?” Tanyaku lagi. Ia menggeleng pelan.  “Lalu apa dong ?”

“Deeek...”

Satu kata. Pelan. Tapi aku mengerti maksudnya. Suamiku sedang ingin sendiri.

Dan ku putuskan, aku memilih untuk diam. Dan membiarkan suamiku sendiri dibalkon dengan senjanya.

Aku berpikir saat itu, mungkin ia sedang butuh ruang untuk sendiri. Aku tidak akan memaksanya sampai ia sendiri yang bercerita,
Apa ?
Kenapa ?
Mengapa ?

Namun nyatanya, kini sudah memasuki bulan ketiga. Ia masih belum juga bercerita apa-apa. Ia masih suka duduk-duduk di balkon selepas pulang dari kantor. Sampai senja itu memudar, baru ia masuk ke dalam rumah. Mandi. Kemudian masuk ke ruang kerjanya sampai ia lelah memandangi layar laptopnya, barulah ia masuk kedalam kamar dan langsung tidur.

Tidak ada kecupan
Tidak ada sentuhan

Ya,
Sudah tiga bulan suamiku tidak menyentuhku sama sekali. Tidak ada kontak fisik yang kami lakukan. Aku pun terus mencoba meredam semua hasrat ini  namun nyatanya, aku hanyalah manusia biasa yang bisa kalah juga. Aku mempunyai keinginan. Aku memiliki hasrat. Dan aku juga mempunyai hak sebagai seorang istri untuk digauli oleh sang suami.

Hingga pada suatu malam, akhirnya aku yang memulainya. Tanpa banyak basa basi dan permisi, aku lucuti pakaiannya satu persatu. Aku mulai permainan dengan mencoba membakar birahinya namun, ia hanya diam, pasrah, tak berkutik apa-apa.

Sampai aku lelah dengan sendirinya. Mencapai puncak orgasme separuh badan, tak sempurna. Tak senikmat biasanya. Dan merasa, aku seperti baru saja menyetubuhi mayat hidup.
dingin...
beku...
kaku...

Gelora cinta yang membuncah dari diriku sama sekali tidak menyulut hasrat bercintanya. Sepercik pun tidak !
Aku sedih...
Aku terluka...
Aku kecewa...
pada diriku sendiri !

Betapa payahnya aku sebagai seorang istri, tak bisa membangkitkan hasrat bercinta sang suami ! yang bisa kulakukan hanyalah menjerit dalam hati. Sambil terus bertanya-tanya. Mencari jawaban pasti atas perubahan suamiku yang begitu tiba-tiba.

Mencari sebuah jawaban

Aku terus mencari tahu, penyebab suamiku berubah. Dimulai dari kantornya.

Aku memberanikan diri untuk mencari tahu, seberapa sibuk suamiku dikantor. Tugas-tugasnya. Dan lain-lainnya. Ternyata tidak seperti apa yang aku bayangkan. Tidak ada pekerjaan yang berarti dan menyita waktunya untuk berpikir keras, malah semua relatif normal dan santai.

Dan aku pun kembali memutar otakku. Kemana aku harus mencari jawabannya ?

Sampai di keesokan harinya. Saat suami tengah mandi untuk bersiap berangkat ke kantor. BB suamiku memekik berkali-kali dan mengusik keingintahuanku.

Lima miss called
Dua SMS
Satu BBM

Dari nomer yang sama. Dari contact BBM yang sama.
LOVELY BLUE

Siapa Dia ?

Dengan cepat langsung ku buka satu persatu isi pesan itu. Mencurigakan.

Aku pun mulai membacanya dengan tangan yang bergetar. Membaca pesan-pesan itu dengan seksama. Tidak ingin melewati satu hurufpun dari pesan yang  menurutku aneh bin ajaib itu. Sebuah pesan cinta. Perhatian. Kasih sayang. Dari seseorang yang tidak aku kenal.

“Siapa wanita ini ? Siapa dia ?” Tanyaku geram. Aku membuka foto BBMnya. Ah, nihil. Dia menggunakan foto animasi. “Mungkinkah suamiku berselingkuh ?”

Tidak!

Sungguh rasanya sulit mempercayai kalau suamiku berselingkuh. Dia pria yang cukup taat beragama dan tahu mana yang baik buruk untuk keluarga. Aku mengenal suamiku luar dalam. Dia cukup dewasa dan tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Melakukan cinta diam-diam semacam itu. Tidak mungkin !

Mungkin saja itu hanya satu dari sekian banyak orang iseng yang mengejar-ngejar suamiku. Karena aku tahu, semasa study dulu banyak wanita yang tergila-gila pada suamiku. Ia termasuk cowok idola dikampusnya. Banyak wanita yang bermimpi bisa bersanding dengannya dan menikmati indahnya surga dunia bersamanya.

Ya.
Aku percaya suamiku. Dia tidak mungkin berselingkuh !

BB suamiku memekik lagi. Tanpa ragu langsung ku angkat panggilan masuk itu tanpa suara.

“Hallo..” Suaranya berat. Serak-serak. “Sayangku.. Mas Gandi, kamu jadi kan jemput aku kan? Sudah jam berapa ini ? Aku nanti telat nih !”

DEG...!!!

Keyakinan yang baru saja kubangun sontak runtuh. Lenyap karena suara itu.

“Halloooo... say..”

Bukan suara seorang wanita melainkan suara... Agh, Suara pria dewasa ! Ya, dia, Pria !

“Maaf, Mas Gandinya sedang mandi !” Jawabku ketus. Sekilas suara disebrang sana tergagap ingin menimpali sahutanku, namun buru-buru ku tutup telpon itu dengan hati yang perih. Sangat perih. Kakiku pun tak mempunyai kekuatan lagi  untuk menapak dibumi. Seluruh jiwa ragaku tak percaya kalau nyatanya suamiku telah berselingkuh.

Gila. Ini benar-benar gila. Suamiku berselingkuh dengan seorang pria ? Berselingkuh dengan wanita saja aku tidak akan rela, apalagi ini dengan seorang pria. Agh, MENJIJIKAN !

Airmata yang sudah kutahan sejak lama pun akhirnya keluar menetes perlahan, bersamaan dengan langkah suami yang baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung terkejut mendapati aku menangis dipojokan sofa.

“Ada apa Ma ?” Tanyanya sambil mencoba menyentuhku. Aku menepisnya.

“Jangan sentuh saya !” Pintaku sambil memberikan handphone itu dengan kasar. “Ini handphone kamu. Barusan pacar kamu telpon. Minta dijemput.”

Suamiku nampak kebingungan,

“Apa sih maksud kamu ? Papa gak ngerti ?”

“Tanya saja pada Lovely Blue. Nanti kamu pasti akan mengerti !” Kataku dan wajah suamiku membias.

BRUUUGKK !

Aku membanting pintu kamar. Dan mengunci diri rapat-rapat. Tenggelam dalam airmata, kepedihan, dan sejuta rasa tidak percaya bahwa nyatanya suamiku benar-benar telah berselingkuh. Bukan dengan seorang wanita, melainkan dengan seorang pria !

Dug..Dug..Dug...!

Pintu kamarku terketuk keras.

“Ma...Ma... Please Ma... buka pintunya !”

Seruan untuk kesekian kalinya namun, aku masih tidak mengindahkannya.

“Ma...Please !”

Aku hanya bisa diam sambil menggigit bibir. Meremas jemariku. Dan membiarkan airmataku mengalir deras. Menterjemahkan rasa sakit yang kurasakan.

Tuhan,
Ternyata aku tak cukup mempunyai kekuatan untuk bertahan, menerima takdir yang harus aku hadapi. Sebuah kenyataan yang begitu pahit !

Dalam panjangnya perjalanan kisah cinta kami dalam berumah tangga. Baru kali ini aku menemui kecacatan dari suamiku. Kesalahan pertama yang ia lakukan, dan begitu menyakitkan !

Finally, i want ...

Aku tidak bisa membuat pilihan lain. Hanya satu keputusan yang aku punya yaitu, bercerai. Aku tahu Tuhan tidak menyukainya tapi, inilah yang terbaik untuk aku dan juga Thariq. Aku tidak ingin putra sematawayangku ikut terjangkit virus sama seperti ayahnya. Karena yang aku tahu, penyakit semacam itu menular. Sebelum terlambat maka, aku harus menyelamatkan Thariq.

Aku ingin Thariq tumbuh menjadi manusia normal. Dengan pergaulan yang normal. Dan juga dengan masa depan yang normal.

Biarlah aku yang mendidiknya. Biarlah aku yang mengurusnya.

Aku tidak bisa lagi merubah keputusanku. Aku sudah terlanjur jijik. Sakit hati. Kecewa.

Sungguh, aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang selama ini ada dibenak suamiku ketika menggerayangiku dan menyetubuhiku.

Apa yang selama ini ada diotaknya ketika mengulum bibirku ?
Apa yang ada dibenaknya saat ia meregang diatas puncak kenikmatan ? Apa ?

Entahlah, apa jawaban yang akan kuberikan nanti kepada keluarga, teman, dan juga anakku jika sudah besar nanti. Yang jelas, aku tidak mungkin menceritakan kisah yang sebenarnya. Aku tidak mungkin mencoreng nama suamiku yang dipandang baik oleh orang banyak. Tidak mungkin.

Bagaimanapun juga, dia adalah mantan suamiku. Ayah dari putraku. Meskipun dia telah menorehkan luka dihatiku sedemikian sakitnya. Aku akan tetap menghormatinya.


Aku akan tetap merahasiakannya sepanjang usiaku. Biarlah aku yang menanggung derita ini. Merasakan pahitnya dikhianati. Biarlah...

Dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku masih mencintainya. Aku masih menginginkannya. Tapi aku tidak bisa lagi hidup bersamanya.

Dilema.

Aku hanya bisa berdo'a. Semoga semua rasa sakit ini bisa cepat tersembuhkan dan suamiku di anugerahkan kekuatan oleh Tuhan untuk berubah dan meluruskan jalan hidupnya yang ternyata sudah lama menyimpang.

Amiin...!


KARINA

Karina,seorang gadis cantik berusia 25 tahun, seorang mahasiswi lulusan komunikasi dari salah satu universitas negeri ternama di negeri ini. Aura keartisan yang terpancar dari dalam dirinya membuat setiap mata pria yang melihatnya langsung luluh, jatuh dalam peluknya. Terjerat dalam pesonanya yang luar biasa.      
Dia cantik…
Dia Smart…
Dia Menarik…      
Namun sayang dari sekian banyak pria itu, tidak ada satu pun dari mereka yang ia pilih. Bukan. Bukan karena ia tidak bisa memilih karena saking terlalu banyaknya pilihan sehingga membuatnya bingung, melainkan ia memang tidak ingin memilih. Tidak akan!      
Banyak pria yang mengangguminya, namun ia tidak pernah luluh sedetikpun dengan rayuan gombal pulau kelapa yang mereka tujukan padanya.     
Banyak pria yang mencintainya, namun tidak sedetikpun ia mencintai mereka. Bukan. Bukan karena ia tidak tahu rasa bagaimana caranya membalas cinta, tapi justru karena ia sangat begitu tahu rasa sehingga membuatnya tidak terpikirkan untuk sedikit saja membalas cinta mereka. Tidak akan pernah !       
Karina begitu membenci pria. Karena baginya, pria hanyalah binatang. Tak pantas untuk ia cintai sebagaimana ia mencintai manusia.       
Karena begitu membenci pria. Karena baginya, pria bukanlah manusia, melainkan setan. Setan bertubuh hitam yang dipenuhi dengan bulu hitam lebat menutupi hampir seluruh badannya, dengan mata yang merah menyala, dengan cengkaraman tangannya yang kuat, yang telah membuat ruh Ibu berpisah dari raganya.        
Nyawa Ibu hilang bukan ditangan malaikat, melainkan ditangan setan berlendir dan berbau busuk itu. BANGSAT !      
Sejak itu, tidak ada lagi pria yang ia cintai. Ia hanya berpura-pura mencintai, lalu membuat mereka mati. Mati rasa dalam bercinta dan tidak akan pernah bisa lagi merasakan nikmatnya surga dunia.      
Karina menjadi Artis Ibu kota. Membuatnya semakin dikenal oleh banyak orang. Membuatnya semakin dikagumi banyak orang. Bukan. kali ini bukan hanya pria saja. Tapi juga wanita.        
Karina mencintai wanita. Dia menjalani cinta pertamanya dengan Reyna kekasih wanitanya. Karina tidak lagi bercinta dengna pria, kali ini dia lebih menikmati sensasi bercinta dengan wanita.      
Wanita adalah makhluk yang begitu ia hargai. Begitu ia cintai. Sebagaimana ia menghargai dirinya. Mencintai Ibunya.      
Sampai pada akhirnya, waktu merubah segalanya !      
Reyna ternyata tidak hanya mencintai Karina, tetapi ia juga mencintai pria. Karina terluka. Ia kecewa pada wanita.       
Karina tidak lagi mau merasa. Tidak lagi mau jatuh cinta. Tidak lagi mau bercinta. Ia sudah mati rasa.      
Karina mengidap penyakit kanker payudara. Disaat kepopularitasan berada di puncaknya. Karina menjalani serangkaian operasi dan juga kemotrapi.       
Karina kehilangan karirnya. Ia mundur dari dunia keartisan.     
Karina terpesona. Untuk yang pertama kalinya pada seorang pria. Dokter muda yang ia kenal di RS Permata Cinta. Dia adalah, Rama!      
***      
(Cut to : kisah percintaan Karina dan Rama yang penuh dengn airmata… hiks !)         
***    
Bintaro, 5 Juni 2011. 01.27 WIB

Ketika Gula Tak Semanis Biasanya

Aaaggh lega banget rasanya gue bisa ngeposting lagi nih. Setelah sekian lamanya gue terpenjara dalam kata-kata (duh ileee...)

Begini guys, pastinya lo sering banget denger orang2 disekitar lo, bisa itu temen, keluarga, pacar, atau bahkan lo sendiri ngeluh, pesimis, dan merasa hidup ini gelap gulita, gundah gulana, seakan rasa gula tak lagi manis seperti biasanya ! :)

But don't worry guys, lo gak sendiri.. gue juga sering ngerasain gula yang tak semanis biasanya :) gue pernah juga ngerasain apa yang lo rasa !

Sampai akhirnya gue menemukan jawaban dari semua kegelisahan kita ini, mengapa gula itu rasanya tidak semanis biasanya ? Mengapa hidup kita tidak selamanya indah ? Mengapa kita kerap kali gagal, gagal, dan gagal dalam meraih apa yang kita mau ? Dan mengapa, oh mengapa yang lainnya...

Sore itu seperti biasa, pulang kuliah dan ngajar les private keponakan gue di Depok, gue langsung cabut ke Bintaro, pulang dan pingin langsung istirahat di kamar sambil dengerin music blues sampai terlelap mimpi indah. Tapi nyatanya gak seindah apa yang gue bayangkan.

Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba aja langit sore yang tadinya indah bermandikan cahaya surga keemasan berubah menjadi warna abu-abu pekat. Pokoknya warnanya gak enak banget untuk di lihat deh 

Buuurrr...

Tanpa permisi dulu, hujan deras mendadak turun !

Gue langsung nepi-in Vega R merah gue -istri ke dua- dan langsung pasang mantel ijo buluk jas ujan gue dari dalem jok dan habis itu gue langsung tancap gas lagi ngelanjutin perjalanan pulang yang sempat tertunda. Tapi, baru sampai ya kira-kira 2 Km lah, jalanan itu kering abis dan gak ada sama sekali tanda-tanda ujan baru lewat jalanan itu. Permisi juga, gak kayanya !

Sumpah gue bingung sekaligus malu (Lo harus bayangin muka gue yang merona merah-merah gimana gitu) ! Yang lainnya pada asik nyantai naik motor tanpa jas ujan sedangkan gue ? Baju setengah lepek plus jas ujan ijo buluk melekat ditubuh indah gue. Malu !

Langsung gue lepas kendali (lebay!) gue banting stir ke kiri (lebay !) gue lempar motor gue ke trotoar dan buru-buru gue lepas jas ujan ijo buluk itu. Gue pun melanjutkan perjalanan dengan muka merah jambu.

Ok guys, gue type orang yang percaya, bahwa setiap kejadian yang gue alami itu bukan tanpa sebab dan maksud. Pasti ada sesuatu the best point yang gue bakal dapet dari itu semua dan gue harus berusaha mencarinya, 'kira-kira apa ya ?' , termasuk dari apa yang baru aja gue alami waktu itu.

Disepanjang jalan pulang, gue mikir kira-kira apa ? Sampai akhirnya gue mendapatkannya !

Triiing... Triiiing... Aha ! :D

Pertama, gue jadi semakin percaya bahwa gak ada satu pun dari kita yang bisa memprediksi apa yang bakal terjadi satu hari setelah ini, atau bahkan satu detik selanjutnya dia akan bagaimana ? Seperti apa ? Dan di mana ?

Gak ada ! Semua sudah ada yang ngatur, Tuhan ! Cuma dia yang tahu segalanya.

Kedua, gue yakin semua orang pasti pernah melalui masa-masa indah dan keemasan dalam hidupnya, tapi gue juga percaya bahwa kita juga pernah merasakan kehancuran dan perasaan sedih yang membawa kita sampai titik nadir. Jurang keputus asaan. Ya seperti halnya hujan deras mendadak dan terang ditempat yang lain itu. Semua datang silih bergantian Guys !

Dari kejadian itu juga gue jadi yakin kalau semua itu sudah ada masanya. Dan setiap masa akan berganti. Terus begitu. Seperti terangnya matahari, dan derasnya hujan yang silih berganti. Persis juga seperti roda pedati pak kusir yang sedang bekerja.. terus berputar.. tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk ... dan seterusnya.

Jadi guys, setiap ada masalah baru yang datang dan membuat hari-hari kita terasa gelap (tapi jangan sampe gelap mata ya !) ... semua itu sudah ada waktunya. Semua sudah ada waktunya masing-masing, kira-kira berapa lama perasaan sedih, murung, gagal, kecewa itu kita rasakan. Dan begtu juga sebaliknya.

Dari sini gue jadi belajar Guys, (berharap kita semua juga bisa mengambil hikmahnya) bahwa Tuhan itu Maha Adil ! Dia ingin kita merasakan berbagai macam situasi dan kondisi yang berbeda-beda agar kita tumbuh menjadi makhluk yang beda dan luar biasa ! Kita menjadi makhluk yang tahan banting di segala kondisi. Itu juga jika kita bisa melewati berbagai macam ujian itu dengan sabar, ikhlas, dan berpikir terbuka dalam menerimanya.

Tuhan menginginkan kita untuk bisa mengecap berbagai macam rasa dalam hidup. Ada asem, asin, manis, atau bahkan sepet , kayak keti lo (Lo aja, jangan bawa2 guweh ye ! :D ) .

Jadi kalau tiba-tiba misalnya lu 'ngerasain gula gak semanis biasanya', jangan salahin gulanya ! Atau jangan salahkan pabriknya, apalagi sampai lu salahin bunda yang sedang mengandung ! Itu paraaaaaaaah bgt !

Daripada pusing mikir mengapa, mending lu pikirin bagaimana caranya supaya rasa gula itu jadi manis ? Lu bisa putar otak untuk menjadikannya manis. Misalnya, mengganti gula dengan madu atau mungkin dengan mengingat senyum maut gue yang gak ada matinya (gak nahaaan ciin !)

Cheeers gay, ops.. guys !

Semoga hari-hari kita semakin indah ya ! Tetap semangat, be positive thinking person !

NB : sedia jas ujan sebelum hujan. Kalo bisa jangan samaan ma gue warna ijo buluk ! Malu ! Sumpah deh ! Lebih bagus pink bunga-bunga, atau ada gambar winnie the pooh atau tweety ! So sweet banget ! Kalo ada yang punya, gue mau satu ^_^”

nulis : @ Redline Room. Sabtu 4 june '11 , 00.27 WIB
posting : @ 18.net ponsaf


Satu Jam Untuk Selamanya


 Aku masih termenung di depan jendela kamarku yang mulai mengembun. Cuaca teriknya matahari yang menanak bumi seketika berubah menjadi gumpalan awan hitam kelabu yang menyatu. Tubuhku masih terasa lemas setelah membaca pesan singkat yang baru saja ku terima di Handphone digitalku. Petir menggelegar sahut menyahut menggentarkan bumi. Aku gemetar mendengarnya. Apakah raja langit sedang marah ? Atau sedang berduka ?

***
Dibenakku, sepasang bola mata yang teduh itu masih terus saja membayangiku. Padahal, sudah hampir empat bulan aku tidak pernah bertemu dengannya lagi, terakhir saat ada rapat BEM di kantor senat.
Jujur, hatiku mengatakan rindu namun, kedinginan sikapnya membuatku kelu untuk sekadar menyapa,
‘Hi Kak,apa kabarnya ?
‘Kemana saja kok sudah jarang kelihatan dikampus ?’
‘Kapan menyusun skripsinya ?’
atau,
‘Jalan yuk !’
Dan masih banyak basa-basi lainnya yang sebetulnya ingin sekali aku utarakan padanya secara langsung atau hanya sebatas lewat SMS namun sayang, semua itu hanya sampai di ujung tenggorokanku saja. Tercekat disana.
Waktu itu, banyak temanku yang bilang aku sudah gila. Berani-beraninya menaksir senior yang enam semester jauh diatasku dan sedangkan aku masih tingkat satu, yang masih seumuran jagung di kampus itu. Dan sedangkan dirinya ? pasti sudah banyak gadis lainnya yang sudah mengantri sejak lama untuk menjadi kekasihnya.
Siapa yang tidak ingin menjadi kekasihnya ? Dia lelaki yang nyaris sempurna. Dari fisiknya, dia begitu rupawan. Alur wajahnya yang membuat mata, hidung, dagu, alis, dan juga bibirnya saling menguatkan menjadi satu pemandangan yang menawan. Kecerdasan otaknya pun tidak diragukan lagi. Apalagi dia berasal dari keluarga cukup terpandang di negeri ini. Aku rasa, tidak ada anak gadis orang yang tidak meleleh ketika melihat dia melintas didepannya. Kharisma yang dimilikinya membuat dirinya menjadi orang nomer satu di jagad kampus hijau tempatku menempuh study.
‘Ah, aku semakin merindukannya.’
Aku pun memejamkan mata, mencoba mengingat senyuman khasnya yang mengembang lepas saat kutemui dirinya di basement fakultas beberapa bulan yang lalu. Sebuah senyuman yang sama sekali tidak bisa aku lupakan. Sebuah senyuman yang begitu membekas.
Hatiku berdesir-desir, Saat aku mengingat tatapan matanya yang sendu, di bawah derasnya hujan yang turun kala itu dia meliriku begitu dalam. Menyetuh dengan lembut ruang kosong disudut hatiku.
Nada bicaranya yang teratur beriringan dengan desah nafas naik turun yang hangat menyentuh kulitku, membelai indra pendengaranku. Membuat batinku tenang menyimak apa yang disampaikannya padaku sore itu. Kami membicarakannya. Membicarakan cinta. Ya cinta.
Tapi aku sendiri lupa, apa saja yang kami bicarakan tentang cinta pada waktu itu dan aku juga lupa siapa yang memulainya ? Semua perbincangan itu seakan terhapus begitu cepat oleh satu pertanyaan hebat dan dahsyat. Ya, yang aku ingat hanya satu yaitu, degup kencang hatiku yang bertalu-talu ketika ia bertanya,
“Dhi, kamu sudah punya pacar ?”
Aku tak menjawab dengan kata maupun isyarat bahasa tubuh. Aku hanya mematung diam. Dan tiba-tiba saja mulutku terkatup rapat. Seakan aku terhipnotis oleh satu pertanyaan -yang bagiku- pamungkas itu !
Ya, sore itu adalah waktu yang paling lama yang pernah kulewati bersamanya. Meskipun bukan ditempat yang romantis, aku tetap menikmatinya. Sangat berkesan dan membekas dihatiku, karena bisa berbicara dengan lelaki yang selama ini aku kagumi dan dambakan untuk menjadi seorang kekasih.
‘Tuhan, aku menginginkannya. Aku merindukannya. Aku mencintainya. Selamanya !’
Dia mampu membuatku tersenyum-senyum sendiri persis orang gila begitu bahagia ketika hanya dengan mengingat wajahnya. Yang membuat jantungku berdegup kencang ketika namanya disebut dan seketika itu juga terasa berhenti. Aku serasa mati. Mati karena cinta. Dalam peluknya.
Dan aku juga merasa keringat dingin terus menerus membanjiri sekujur tubuhku ketika dia datang menghampiriku meskipun hanya untuk sekedar ber- ‘say hello’ dari kejauhan.
Dan setelah pertemuan terakhir itu, ragaku dibawa melayang dengan apa yang baru saja kulewati bersamanya di basement fakultas. Sesuatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya hanya sekedar ngobrol via sms dan, kalau bertemu pun hanya sekadar say hello biasa. Kala itu, aku benar-benar menikmati waktuku bersamanya, ya walaupun hanya satu jam saja. Ya, hanya satu jam !
Dan aku tidak pernah menyangka sebelumnya, ternyata satu jam itu adalah satu jam untuk selamanya. Satu jam yang akan kukenang selamanya. Semenjak sore itu sampai hari ini. Senior itu tak pernah lagi terlihat lagi di kampus. Padahal, sekarang sudah masuk ujian akhir semester. Sudah sempat aku bertanya kebeberapa temannya, namun hanya gelengan kepala dan kebisuan yang kudapatkan. Sampai tiba pesan singkat ini di hanphoneku beberapa menit yang lalu…
“Innalillahi Wainnailahi Roji’un. Telah wafat sore ini. Saudara kita, sahabat seperjuangan kita di kampus : Dandy Muhammad Fikri. Karena penyakit Liver dan paru-paru kronis yang dideritanya. Mohon do’a dari teman-teman semua. Almarhum akan dimakamkan besok pagi di TPU Karet. Semoga Alloh mengampuni dosa-dosanya. Dan memberikan tempat yang layak disisi-Nya. SEBARKAN !”
Tubuhku gemetar membacanya. Batinku terguncang begitu dahsyat. Airmataku deras mengalir membasahi pipi. Sebuah kejadian yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Seorang yang aku kagumi dan aku cintai selama ini ternyata mengidap penyakit yang begitu akut. Ingin aku berteriak dan menangis sekencang-kencangnya kepada pengatur hidup dan mati manusia, agar memberikan satu nyawa kehidupan lagi padanya. Namun itu hal yang mustahil terjadi. Ingin berteriak hingga mengguncangkan langit sekalipun itu tidak akan bisa mengembalikan roh senior yang dicinta untuk kembali menyatu bersama raganya.
Hujanpun kian deras turun membasahi bumi. Seakan mengiri duka hati yang tengah tergores perih. Hanya wajah yang teduh dan senyumnya yang ramah yang membekas dibenakku selamanya. Dan, tidak akan pernah kulupa selamanya, danau bening yang tersimpan dimata indahnya.
***
AKU INGIN,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
***
Pertama kali ditulis
Depok, 29 Juni 2010
Direvisi
Depok, 20 Mei 2011
Dalam balutan dinginnya senja, hatiku berkata :
“Untuk saudaraku yang menghilang dari prederan kampus.
 Dimanapun dirimu berada, semoga mimpi buruk yang akhir-akhir ini singgah di tidur malamku tidak berarti apa-apa tentang kepergianmu, Saudaraku.”