Lihat, Baca, Dan Resapi!
Aku hanyalah manusia biasa yang ingin bercerita...

Edisi

Total Tayangan Halaman

Jumat, 27 Januari 2012

HARI INI SEMINGGU YANG LALU

Hari ini seminggu yang lalu...
Aku bertemu dengannya di Mc.D Sekbil dengan sebab, aku ingin meminjamkannya sebuah buku bagus dan inpiratif.

Hari ini seminggu yang lalu...
Aku dibuat sibuk dengan memilih baju yang bagus-bagus, dan menyiapkan diri dengan sesempurna mungkin untuk bertemu dengannya. 

Aku juga sempat dilanda gugup, dan salah tingkah saat menunggu kedatangannya yang telat lima menit dari waktu yang sudah disepakati sebelumnya. 

BBM itu masuk, 

"Aku sudah di depan Mc.D nih, kamu dimana?"

Secepat kilat jemariku menekan tuts Qwerty, "Aku di lantai dua."

"Kamu nggak turun aja?"

"Yaaaah, masa aku turun :'( .. hiks!"

"Ya udah, aku naik ke atas ya, tapi aku nggak bisa lama."

"Okay :) .."

Sesekali aku bercermin pada layar notebook didepanku. Membenarkan tampilanku supaya nampak sempurna dihadapannya. Aku tersenyum-senyum sendiri melihat bayanganku dikaca. Aku bahagia.

Tidak beberapa kemudian dia datang. Dengan jaket cokelat dan jeans blue denim, ia berjalan ke arahku sambil melempar senyum mematikan. Mematahkan logikaku. Rasa-rasanya ku dimabuk kepayang karenanya.

"Hai, sudah nunggu lama?"

"Nggak terlalu lama kok. Ya sekitar lima belas menit lah."

"Oh ya, mana bukunya?"

Aku langsung mengeluarkan 2 buah buku dari dalam tas yang ingin dipinjamnya. 

"Bagus ya?"

"Ya tentu dong. Kalau nggak bagus, mana mungkin aku beli dan aku baca."

Dia mengangguk-angguk sambil mengamati dua buku yang kini berada digenggamannya. Setelah mengamati buku itu baik-baik, ia menoleh ke arahku sambil melempar senyum lagi. Ah tidaaaaaak...

"Aku pinjam ya?"

"Sip! baca sampai kamu puas, baru dikembalikan ya."

"Okay."

"Semoga bermanfaat."

"Mudah-mudahan," sahutnya.

Aku menggoyang-goyangkan kakiku yang kaku. Ah beginilah kalau berhadapan dengan orang yang aku kagumi, rasa-rasanya aku ingin mati dalam pelukannya karena jantungku berdegup jauh lebih kencang dari biasanya. Alamaaaak...

"Oh iya, boleh aku tanya sesuatu?"

"Iya tentu saja boleh."

"Kenapa kamu meminjamkan buku ini padaku?"

"Hm, karena setelah aku habis membaca buku itu, aku jadi kepikiran kamu, dan merasa buku ini sepertinya cocok untuk kamu baca," terangku jujur padanya.

"O begitu," sahutnya mengangguk-angguk. 

"Hm, lalu kenapa yang pertama terlintas dalam pikiranmu itu aku?"

Karena aku mencintaimu....

Ah, tidak... tidak mungkin aku menjawab demikian. Bisa-bisa aku mati ditempat gara-gara ucapanku sendiri. Aku belum siap untuk itu. Belum siap, jika seandainya ia malah terbengong-bengong mendengar perkataanku, kemudian menolakku dengan halus. Ah tidaaaaak... aku belum siap untuk penolakan itu. Sebaiknya, rasa ini biar kupendam sendiri. Ia tidak perlu mengetahuinya. Ya setidaknya, untuk saat ini. Aku masih butuh waktu untuk semua itu. Entahlah sampai kapan.

"Tidak perlu banyak tanya 'kenapa?' sudahlah, dibaca saja," jawabku sekenanya saja.

"Baiklah, kalau begitu aku akan membacanya. Terimakasih ya."

"Ya, sama-sama."
Dia kembali tersenyum sambil memanahkan tatapan mata lurus ke arahku. Aaaah, tepat sekali. Ya, tatapan mata itu tepat menghujam jantungku. Ada gemuruh yang begitu dahsyat didalam hatiku. Aku pun bertanya-tanya, gemuruh apakah ini? 

"Aku masih tidak habis pikir. Kita baru kenal beberapa waktu yang lalu. Belum ada setahun, tapi kamu sudah baik padaku."

"Aku hanya mencoba menjadi seorang teman yang baik. Aku ingin melihatmu bahagia, tersenyum, dan menjadi orang sukses. Semua itu akan menjadi kebahagiaan tersendiri dalam hidupku, jika kamu mencapai semua itu."

"Kenapa kamu ingin melihatku sukses?"

"Karena aku mencintaimu... Karena aku temanmu! aku tidak ingin mencapai kesuksesan itu sendiri. Aku ingin temanku bisa mencapai kesuksesan dalam hidupnya, Terutama kamu..."

"Wah, bersyukur sekali mempunyai seorang teman sepertimu. Terimakasih."

"Boleh aku minta tolong padamu?"

"Ya, tentu saja. Apa yang bisa kubantu?"

"Jangan pernah bertanya 'kenapa?' lagi padaku. Karena kamu sudah mendapatkan jawabannya: Karena aku temanmu."

"Baiklah."

"Dan satu lagi."

"Apa itu?"

"Jangan pernah lagi mengucapkan terimakasih padaku."

"Lho kok begitu, memangnya kenapa? apakah salah jika aku mengucapkan terimakasih padamu?"

"Tidak. sama sekali tidak salah."

"Lalu?"

"Karena kamu tidak perlu berterimakasih atas sesuatu yang sudah menjadi kewajibanku padamu."

Dia menyetujuinya, dan setelah itu...

Langit mulai memainkan warna indahnya. Biru cerah yang berubah menjadi merah keemasan menyulap waktu yang singkat menjadi terasa sangat panjang. Ia hanyut dalam obrolan asyik denganku seputar masa depan.

Seandainya saja masa depanku adalah kamu, pasti aku sangat bahagia dan bersyukur sekali... Ah seandainya saja...

"Oh God!" pekiknya sambil menepuk keningmu sendiri, "Aku harus segera pergi. Lima belas menit lagi, Diana sampai. Aku harus menjemputnya di BTC. Maaf ya, aku harus pergi. Nanti kita sambung lagi. Bye."

Aku belum sempat menjawab sepatah kata pun, dia langsung berlari menuruni anak tangga dan menjemput istri tercintanya.

Ah seandainya saja yang menjadi istrinya itu aku, mungkinkah ia akan tetap begitu? memposisikanku selalu di nomer satu. 

Ah seandainya saja.... hari ini adalah seminggu yang lalu, pastinya aku akan bahagia bisa menikmati secara diam-diam. Menyusuri setiap lekuk tubuh tegapmu, dan menyesapi setiap pori-pori menjadi hak milikku. 

Ah seandainya saja....