Lihat, Baca, Dan Resapi!
Aku hanyalah manusia biasa yang ingin bercerita...

Edisi

Total Tayangan Halaman

Senin, 23 Januari 2012

AKU LELAKI DAN AKU BERBEDA

Senja mulai memudar. Berganti malam dengan sedikit bintang berkilauan. Bulan purnama muncul, namun ia tak sempurna menampakan bentuknya. Ia terlihat lebih pucat dari biasanya.

Hufh, aku sedih melihatmu malam ini. Kau sepertinya tidak bergairah untuk menghiburku, atau mungkin kamu sudah jenuh? Oh kumohonlah, jangan sampai begitu. Hanya dirimu teman sejatiku. Tempatku bersembunyi dari siang yang penuh dengan kenyataan yang terang dan menerangkan bahwa hidupku tidaklah sama seperti orang-orang.

Aku lelaki, dan aku berbeda.  



Aku masih diam termangu di jendela kamar. Memandangi langit malam yang begitu hitam

Aku merasa senasib denganmu, malam. Kita sama-sama hitam. Bedanya, kau memiliki bulan dan bintang, sedangkan aku?

Hidupku berubah drastis saat aku mulai menapaki dunia baruku, dunia remaja. Entahlah siapa yang salah atas perubahan ini? Hanya saja ada satu yang aku ingat sampai saat ini dan tak mungkin kulupakan.

Malam itu lelaki dewasa yang sejak kecil aku panggil dengan sebutan ayah itu, tiba-tiba datang mendobrak pintu kemudian tanpa aku tahu pasti alasannya apa, ayah dan ibu bertengkar keras.

Ya, malam itu aku melihat ayah tak ubahnya seekor kucing yang tengah puas menerkam tikus kecil yang tak berdaya. Seperti seekor anjing gila yang terus menggonggong tak henti.

Malam itu, Ayah tak ubahnya seorang algojo yang menghakimi habis terdakwa. Entahlah apa salah ibu sampai-sampai mukanya habis babak belur tak sedikit pun luput dari tinju ayah.

Saat itu usiaku masih delapan tahun.  Aku tidak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa bersembunyi di balik pintu kamar sambil menggigil ketakutan. Sesekali aku memberanikan diri mengintip dengan penuh rasa ketakutan yang memburu. Pukulan demi pukulan Ibu terima. Aku hanya bisa mendengar sayup-sayup suara Ibu yang terus menangis, menjerit  sambil menahan rasa sakit yang bersarang disekujur tubuhnya, hingga tangisan Ibu tak terdengar lagi. Ternyata, Ibu jatuh pingsan.

Dan dengan begitu santainya, lelaki bangsat itu, ayah berlenggang pergi meninggalkan rumah dengan wajah puas dan menyeringai, persis seperti seekor singa yang kenyang setelah menelan habis mangsanya tak bersisa.
Ayah pergi membawa satu koper besar dan beberapa perhiasan Ibu didalam lemari.

Aku berlari keluar dan melemparkan asbak rokok berbentuk kuda yang terbuat dari besi ke kepalanya. Ayah menjerit kesakitan. Darah segar langsung mengalir dari kepalanya yang bocor. Membasahi kepala, leher, dan juga bajunya. Aku puas setelah melihat ia jatuh pingsan. Aku pun langsung berlari pulang.



Sejak malam itu, aku bersumpah aku tidak akan pernah tinggal diam jika melihat siapapun melukai ibuku, baik fisik maupun perasaannya. Ibu adalah segalanya buatku. Ia adalah satu-satunya anugerah terindah dari Tuhan yang pernah kumiliki.




Sejak malam itu juga aku bersumpah, bahwa tidak akan ada lagi laki-laki dalam hidupku yang bernama Ayah. Aku menganggap ayah sudah lama mati meninggalkan kami. Biarlah orang menilai apa dan bagaimana. Yang jelas, aku sudah sangat terluka melihat perlakuannya.

Dengan kepergiannya malam itu semakin melengkapi keganjilanku dan semakin memperjelas, bahwa aku lelaki dan aku berbeda.

1 komentar: