Langit masih gelap. Bintang masih menggantung di langit hitam. Berkelap-kelip. Menggoda sang dewi malam yang belum juga beranjak dari singgasananya. Jam di atas meja itu bergetar dan memekik keras. Alarm yang sempat ia pasang sudah berbunyi dan berhasil membangunnya dari mimpi indahnya bertemu dengan keluarga yang dicintainya dan seorang gadis bermata indah. Mimpi itu terasa begitu nyata. Mungkin ini menjadi suatu pertanda bahwa lamarannya diterima?
Ia mengerjap-ngerjap matanya dan bangkit menuju kamar mandi. Ambil wudhu hendak melakukan shalat tahajjud. Dalam langkahnya yang pelan dan berat karena masih di selimuti rasa kantuk, ia terus menyeret langkahnya menuju kamar mandi. Ketika lewat di depan kamar Mirza, ia mendengar sayup-sayup suara Mirza yang sedang membaca Al Qur’an. Zaen menghentikan langkahnya sesaat. Mendekatkan dan telinganya kepintu kamar Mirza. Sayupan suara itu semakin terdengar jelas olehnya. Mirza sedang membaca Al Qur’an. Suaranya syahdu. Terdengar Mirza terisak pelan disela-sela bacaannya. Zaen yang mendengar sayup-sayup dari balik pintu ikut merasakan getaran hebat dari ayat-ayat Al Qur’an yang sedang Mirza baca.
Zaen melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu dan langsung melaksanakan shalat malam. Zaen selalu berusaha menjaga ibadah yang sudah biasa ia lakukan sejak di bangku SMA. Sejak ia bergabung di Rohis SMA dan mulai mengenal amal yaumiyyah lainnya, ia berusaha terus menjaga kestabilan ibadah wajibnya dengan ibadah-ibadah sunnahnya. Salah satunya yaitu dengan shalat tahajud.
Ia jadi teringat dengan apa yang Mas Dayat mentor di Rohis SMA nya dulu pernah katakan, shalat tahajud itu memang sangat disunnahkan, dikarenakan nilai keutamaannya yang sedemikian tinggi bahkan, Nabi Muhammad dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan Imam Muslim menyebutkan bahwa setelah shalat fardhu maka, shalat yang utama adalah shalat malam.
Di dalam Al Qur’an pun Allah banyak menerangkan tentang shalat malam, seperti salah satunya di dalam QS. Az Zariyat ayat 17 – 18 . Dalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana salah satu ciri-ciri dari orang yang bertaqwa yaitu, mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan pada akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah.
Dengan banyaknya ayat tentang shalat tahajud yang di kupas dalam Al Qur’an menunjukan bahwa tidak perlu diragukan lagi manfaat yang terkandung didalamnya. Menunjukan kualitasnya bagi diri kita. Baik fisik maupun non fisik.
Menurut Yazid bin Abban Ar Raqasi, shalat tahajud mampu menyehatkan mata. dan bahkan menurut Yahya bin Muadz Ar Razi, shalat tahajud merupakan salah satu obat dari sekian obat penyakit yang ada. Menurutnya, obat penyakit ada lima perkara yaitu, membaca Al Qur’an dengan dipikirkan maknanya. Mengosongkan perut (puasa). Shalat malam. Merendahkan diri di waktu fajar. Dan bergaul dengan orang-orang yang shalih.
Dengan berbagai fadhilah dari shalat Tahajjud yang diterangkan Mas Dayat pada waktu itu, Zaen akhirnya berupaya keras untuk tetap mempertahankan tahajjudnya. Bukan hanya sebatas ketenangan batin yang ia rasakan setelah melakukan shalat malam. Ia juga merasakan betapa dekatnya ia dengan sang pencipta. Ia merasakan betapa Allah begitu dekat dengannya melebihi dari urat nadi yang melekat di tubuhnya. Ia merasakan kasih sayang Allah membelai lembut dirinya malam itu. Setangkup beban, rindu, dan berjuta perasaan lainnya yang tengah dirasa olehnya dan menggantung di langit-langit pikirannya pun terasa copot satu per satu. Zaen merasakan ketenangan itu.
Zaen memulai mengangkat kedua telapak tangannya dan mensejajarkan dengan daun telinganya. Ia memulai shalat malamnya dengan takbiratul ihram yang di ikuti dengan hati yang bergemuruh hebat ketika mengucapkan takbir, ’Allahuakbar!’ dengan begitu lirihnya. Ia merasakan kemahabesaran Allah atas segalanya.
Zaen pun merasa hatinya mulai gerimis ketika ia selesai membaca surah Al Fatihah dan dilanjutkannya dengan membaca surah Al Jumu’ah. Ia merasakan betapa Mahasuci Allah lagi Mahaperkasa dengan segala macam penciptaannya. Allah yang mengatur siang menjadi malam. Malam menjadi siang. Allah pula yang mengatur bumi dan alam raya semesta untuk tetap berputar pada porosnya masing-masing yang telah ditetapkan oleh-Nya. Allah Maha kuasa atas segalanya.
Allah pula yang telah mengutus nabiyullah Muhammad kepada kaum yang buta huruf, kemudian menyampaikan risalah-Nya, menyucikan jiwa-jiwa mereka, dan mengajarkan mereka kebenaran, membebaskan mereka dari kesesatan yang nyata.
Airmata Zaen terus menetes kian deras ketika ia melanjutkan bacaannya ke surah berikutnya. Surah Al Munafiqun.
Zaen menutup qiyam nya dengan do’a malam yang panjang. Ia memohon ampun kepada Allah atas kekhilafan yang ia perbuat sepanjang hembusan nafasnya. Ia memohon perlindungan untuk orang-orang yang dicintainya. Meluruskan semua yang terasa belum lurus. Zaen meminta perlindungan agar di jauhkan dari sifat-sifat munafiq yang mampu menyeretnya ke nereka dan menanggung azab yang amat pedih.
Zaen melanjutkan do’anya dengan dzikir. Ia terus berdzikir dengan tasbih berwarna coklat dalam genggamannya hingga tertidur dan terbangun ketika alarm di handphone digitalnya memekik keras, menandakan sudah memasuki waktu shubuh.
***
Ia ingat betul, semua mimpinya berawal sekitar hampir sepuluh tahun yang lalu. Mimpi itu berawal ketika ia masih duduk di sekolah menengah pertama. Ia sudah menyimpan keinginan untuk belajar di negeri orang suatu saat nanti. Ketika itu rasa semangat belajar yang tinggi dan keberaniannya mengganntung impian terinspirasi setelah mendegar cerita dari Ibu, kalau Farhan saudara sepupunya yang tinggal di Kudus baru saja berhasil menyabet gelar master dari Negeri Paman Sam.
Berangkat dari cerita Ibu itu akhirnya impian demi impian ia bangun. Harapan demi harapan ia tata. Dan kepingan-kepingan semangat terus ia kumpulkan menjadi satu kesatuan. Sampai akhirnya ia berhasil meraih salah satu mimpinya, lulus menjadi siswa berprestasi di sekolah sekaligus dengan angka nilai tertinggi se-Kabupaten Kota Magelang.
Ia pun pulang kerumah dengan hati bahagia yang tak terkira dan langsung menyampaikan keinginannya kepada kedua orangtuanya untuk bisa melanjutkan kuliah ke Jakarta namun, kedua orangtuanya menolak. Ia akhirnya pun harus menelan kekecewaan, ketika ia tahu ternyata tidak mungkin ia bisa melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya. Keduaorangtuanya yang hanya bekerja sebagai buruh tani sudah tidak mampu lagi membiayai pendidikannya hingga keperguruan tinggi.
”Masih ada kedua adikmu Zaen. Kamu harus adil. Mereka juga harus sekolah.” Ujar Bapak.
”Iya Le, kasihan adik-adikmu. Uang kuliah itu mahal. Uang darimana? Bapakmu Cuma kerja buruh cangkul, sedangkan Ibu cuma nyulam kain. Uangnya juga gak seberapa. Buat makan sehari saja sudah bersyukur,” tambah Ibu yang membuatnya kian terenyuh dan akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit itu.
Sekalipun sakit, ia harus tetap bisa bersikap bijak sebagai anak pertama dan menerima lapangdada kenyataan pahit itu. Ia harus bisa bersikap adil kepada dua orang adiknya yang masih harus sekolah. Ia tidak ingin kedua adiknya bernasib sama seperti anak sebaya didesanya yang banyak diantara mereka putus sekolah hanya karena masalah biaya. Ia tidak ingin itu terjadi.
Dan akhirnya ia memilih untuk memutar otaknya dengan keras. Berpikir. Kira-kira langkah apa yang harus ia tempuh agar bisa meneruskan mimpinya?
Rencana demi rencana pun ia susun, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menunda kuliahnya di tahun pertama dari kelulusannya. Ia memutuskan untuk bekerja dan nekat menjual sepeda yang ia beli dari hasil tabungannya disekolah dulu untuk jadikan sebagai modal dan ongkos kesana kemari mencari kerja. Ia tidak ingin menyusahkan keduaorangtuanya. Sampai akhirnya diterima kerja di kawasan Pecinan di Toko beras Sinar Harapan.
Waktu pun terus bergulir. Pundi pundi rupiah pun ia kumpulkan dari hasil memanggul beras dan ketika merasa tabungannya sudah cukup, ia pun meneruskan rencana selanjutnya. Ia ingin membuka usaha kecil-kecilan.
Ia pun langsung melancarkan rencana selanjutnya yaitu, menyambangi salah seorang temannya di pusat kota, ia akan belajar membuat getuk yang enak.
Lepas membantu kedua orangtuanya mengurus rumah. Pagi-pagi sekali ia langsung berangkat naik angkot berwarna biru tua jurusan Salaman-Bandongan kemudian turun di pertelon Bandongan, yang dilanjutkan dengan angkot selanjutnya jurusan Kaliangkrik-Magelang. Dalam waktu kurang dari lima belas menit, ia sudah sampai dan turun di Perdana kemudian jalan kaki menuju alun-alun kota Magelang.
Setibanya di alun-alun, ia langsung disambut hangat oleh temannya yang sudah datang lebih awal.
”Jadikan belajar membuat getuk yang empuk, enak, dan lezat?”
”Jadi dong, Wan.” Ucapnya pada temannya yang bernama Irwan. ”Eh iya, kamu gak ada kuliah hari ini?”
”Ada, tapi nanti siang. Ya sekarang masih ada waktulah untuk mengajarimu membuat getuk spesial. Yuk langsung ke warung aja. Bapakku sudah menunggu. Nanti bapak yang akan mengajarimu membuat getuk yang enak sedunia.”
”Wah, aku jadi tidak enak nih. Sepertinya merepotkan.”
”Ah, biasa saja. Kamu ini seperti orang baru kenal saja. Bapak malah senang karena bisa mewarisi ilmunya kepada kamu dan tidak kepada yang lain. Jadi kamu adalah murid istimewanya bapak.”
”Alhamdulillah. Beruntung sekali berarti aku ya Wan.”
”Begitulah. Yuk kita langsung berangkat saja.”
Mereka pun langsung menuju Pasar Rejowinangun yang letaknya tidak terlalu jauh dari alun-alun kota. Irwan memperkenalkan temannya, Zaen kepada kedua orangtuanya. Pak Sukatman dan Bu Warsiti menyambutnya dengan hangat.
Getuk Pak Sukatman terkenal seantero kota Magelang. Dan beruntung hari itu, ia mendapatkan ilmu langsung dari sang ahli. Zaen memperhatikan dengan seksama apa-apa saja yang Pak Sukatman jelaskan.
”Cara membuat getuk yang enak itu sebetulnya mudah Nak Zaen.” Ujar Pak Sukatman ketika akan mengawali membagi ilmunya pada Zaen, ”Pertama-tama kita pilih singkong yang berkualitas baik. Tidak sembarang singkong yang bisa digunakan untuk dijadikan bahan dasar getuk. Haruslah singkong yang benar-benar bagus. Tidak tua. Tidak juga terlalu muda.” Tambahnya dan sampai ditahap pengolahan akhir Zaen memperhatikannya dengan seksama.
Zaen pun diberi kesempatan untuk mencobanya dan langsung berhasil. Ya walaupun rasanya tidak segurih buatan tangan Pak Sukatman.
”O ya Zaen, Bapak dengar kamu ingin membuka usaha juga?” tanya Pak Sukatman disela-sela kesibukannya mengolah bahan.
”Inggih Pak. Buat nabung untuk nambah-nambah biaya saya. Saya ingin melanjutkan kuliah Pak.”
”Kalau begitu, kamu bekerja saja disini saja dulu. Kebetulan Si Masyitoh yang biasa bantu-bantu disini baru saja pindah merantau ke Jakarta ikut suaminya. Jadi kamu bisa terus belajar sampai modal kamu terkumpul buat buka usaha. Bagaimana?”
”Wah luarbiasa. Niatnya hanya ingin belajar, malah ditawarin pekerjaan. Terimakasih ya Pak.”
”Iya. Ini yang namanya rezeki plus-plus dari Allah. Bersyukur sama gusti Allah. Disini kan kamu nanti sekalian bisa terus belajar toh buat getuk yang enak. Dan kalau sudah kuliah nanti, ya kamu bisa buka usaha juga.”
Zaen betul-betul salut dengan kedermawanan Pak Sukatman yang begitu rendah hati mau berbagi ilmu atas rahasia kelezatan getuk buatannya. Jarang sekali ada pengusaha yang mau berbagi rahasia dapur mereka.
Darisitu Zaen benar-benar banyak belajar dan berterimakasih, berkat kedermawanan Pak Sukatmanlah akhirnya ia bisa melanjutkan kuliah ditahun berikutnya. Zaen mencoba keberuntungan dengan mendaftar beasiswa dari DIKNAS dan ia berhasil mendapatkan beasiswa penuh di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Kasih sayang Allah begitu ia rasakan pada saat itu. Allah menjawab sudah semua ikhtiar panjangnya selama ini. Allah memberikan nikmatnya dari arah yang tidak disangka-sangka.
Dalam waktu tiga setengah tahun. Zaen berhasil menamatkan studynya di UPI Bandung dengan mengambil konsentrasi manajemen bisnis dan sudah mulai merintis usaha getuknya dari tahun pertama kuliah. Hasil dari kerja keras belajar di Toko Getuk Pak Sukatman selama enam bulan lebih itu pun membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Selama ia kuliah, bisnisnya pun berkembang berjalan lancar dan cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-harinya sehingga ia sama sekali tidak membebani kedua orangtuanya bahkan, dari usahanya itu ia mampu membantu kehidupan sehari-hari keluarganya di Magelang meskipun tidak banyak.
Ia mampu membuktika kepada semua orang bahwa keterlambatan bukanlah awal dari sebuah kegagalan. Ia berhasil menuntaskan studynya yang terlambat satu tahun dibandingkan teman-teman seangkatannya dengan cepat dan tepat. Ia lulus dengan predikat CUMLAUDE.
Keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya sama sekali tidak menjadi penghalang baginya untuk merangkai masa depannya. Justru hal-hal itulah yang ia jadikan sebagai bahan bakar semangatnya untuk terus maju. Ia tetap merangkai impiannya. Ia tetap pada tujuannya yaitu, ingin mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya dan meraih gelar bergengsi dari luar negeri meski dengan keterbatasan biaya.
Zaen percaya bahwa cara terbaik untuk bisa meramalkan masa depannya adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri. Ia memahami kedua orangtuanya sudah tidak mampu lagi membantunya dalam hal biaya untuk merealisasikan mimpi-mimpinya. Tapi hal itu sama sekali tidak membuatnya patah semangat. Zaen percaya bahwa Allah Mahakaya dan Mahasegalanya. Zaen terus berupaya menciptakan masa depannya sendiri dengan mencoba keberuntungan demi keberuntungan.
Dan ia tidak pernah menduga sebelumnya bahwa keberuntungan yang ia impikan selama ini bisa ia peroleh lebih cepat dari yang ia bayangkan sebelumnya. Tepatnya hampir setahun yang lalu, di tahun kedua setelah SK pengangkatannya menjadi seorang PNS di salah satu instansi pemerintahan. Dengan difasilitasi kantor, Zaen mendaftar untuk sebuah program beasiswa pascasarjana di luar negeri. Ia ingin merealisasikan salah satu impian terbesarnya selama ini yaitu bisa meneruskan kuliah di luar negeri dan tepatnya di bulan Februari setahun yang lalu, kabar gembira itu datang. Ia dinyatakan sebagai salah seorang pendaftar yang berhasil mendapatkan beasiswa itu setelah melalui serangkaian tes dan wawancara. Sejurus kebahagiaan itu langsung mengalir deras dalam aliran darahnya. Rasa kesyukuran yang tiada henti pun terus terucap seiring dengan hembusan nafasnya.
Zaen semakin mempercayai bahwa, setiap orang memiliki peluang untuk berhasil dan sukses untuk meraih impiannya. Yang menjadi pembeda hanyalah sejauh mana orang itu mau berusaha untuk mendapatkannya.
Ia semakin mantap untuk menuliskan impian-impiannya yang baru, bahkan ia tidak takut lagi menuliskan apapun impian yang ada dibenaknya. Impian yang dulu selalu ditertawakan oleh orang banyak di desanya. Mereka bilang, ”Kamu itu harus realistis toh Zaen. Mana mungkin anak buruh cangkul bisa sukses kuliah sampai keluar negeri. Mustahil!”
Dengan lantang kini Zaen bisa mengatakan, ”Mungkin!”
Zaen sudah membuktikan bahwa anak seorang buruh cangkul bisa menggapai impiannya. Dan semoga kesuksesannya dalam meraih impiannya itu bisa di tangkap dengan baik oleh orang-orang yang dulu menganggap lemah impiannya. Semoga mereka mau belajar.
Memang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam benak Zaen untuk bisa meneruskan S2 di Australia. Yang terlintas dalam pikirannya hanya dua nama negera yaitu, menuntut ilmu di Inggris atau Amerika Serikat.
Zaen percaya ia akan banyak terinspirasi oleh para dosen yang mengajarnya dan akan ada banyak pengalaman lebih yang bisa ia dapatkan jika berkesempatan belajar di dua negeri yang jauh ini. Negeri yang waktu tempuh perjalanan udara dari Jakarta kesini lebih singkat daripada waktu tempuh perjalanan darat dari Jakarta ke kampung halamannya.
Tetapi meskipun Australia tidak terlintas dalam pikirannya dulu, tentu ia sadar bahwa ini merupakan salah satu bagian karunia besar dari Allah yang tetap harus ia syukuri. Ia bersyukur telah menjadi salah satu dari 265 orang penerima beasiswa, dari sekitar 4.700 pendaftar. Kualitas pendidikan kampus salah satu yang terbaik di dunia, sehingga menarik mahasiswa internasional dalam jumlah besar. Banyak universitas di Negeri Kanguru termasuk dalam jajaran perguruan tinggi papan atas dunia.
Sebelum berangkat ke negeri selatan ini, ia diwajibkan untuk mengikuti semacam kursus persiapan selama enam pekan. Sebuah pembekalan di lembaga bahasa di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Materi pembekalan yang terdiri dari peningkatan kemampuan bahasa, studi, dan adaptasi budaya, diharapkan dapat membekalinya dan rekan-rekan penerima beasiswa lainnya untuk menempuh studi secara efektif di Negeri Kanguru. Setelah persiapan lancar ia pun di berangkatkan ke Negeri Kanguru dipertengahan tahun kemarin.
Dan hari ini, sudah hampir genap satu setengah tahun ia berada di antara wajah-wajah cerah dan antusias yang penuh dalam menggali ilmu di kampus St.Lucia ini. Dalam duduknya di dalam kelas sambil memandang keluar jendela, ia pun melantunkan bait doa kepada Sang Penentu Segala.
”Duhai Allah, ridhailah upaya kami. Kiranya langkah-langkah kami bernilai ibadah di sisi-Mu, serta dapat menjadi kemanfaatan yang dapat kami berikan untuk umat, bangsa, dan negeri yang kami cintai. Berkahilah ilmu kami. Permudahkanlah langkah-langkah kami dalam menggapai ridho-Mu. Amiin.”
***